AIRBOOM adalah produk yang menggunakan TEKNOLOGI NANO yang merupakan Teknologi Jerman
Sabtu, 28 Januari 2012
AirBoom NANO Teknologi: Kritik-mengkritik mungkin lazim di satu perusahaan...
AirBoom NANO Teknologi: Kritik-mengkritik mungkin lazim di satu perusahaan...: Kritik-mengkritik mungkin lazim di satu perusahaan. Tapi, ada juga perusahaan yang tidak memungkinkan seorang bawahan mengiritik atasannya. ...
Kritik-mengkritik mungkin lazim di satu perusahaan. Tapi, ada juga perusahaan yang tidak memungkinkan seorang bawahan mengiritik atasannya. Yang jelas, kritik yang biasa dilontarkan pada rekan sekerja tidak serupa dengan kritik pedas yang akan disampaikan pada atasan Anda.
Tampaknya sebagian besar orang berpikir bahwa bila mereka mengkritik bos, maka dampak negatif bakal muncul. Lantaran itulah mereka lebih memilih menutup mulut rapat-rapat.
Sebenarnya, ungkap Hendrie Weisinger, penulis buku The Power of Positive Criticism dalam situs andreakay, ada saja bos yang menerima dengan tangan terbuka kritikan dari bawahan mereka. Yang umumnya tak disukai atasan adalah dipermalukan, terancam, atau diremehkan. Bila Anda memang ingin mengkritik si bos, penting untuk memikirkan dengan matang apa yang akan Anda katakan dan bagaimana caranya.
Selain itu, pastikan bos Anda mau menerima kritik. Untuk itu Anda bisa melihat sikapnya, apakah ia orang yang terbuka atau tidak. Pastikan juga Anda mengkritik orang yang tepat. Bos yang akan Anda kritik adalah atasan langsung Anda, bukan seseorang yang tak secara langsung terkait dengan Anda.
Weisinger juga mengingatkan agar mengkritik hal-hal yang terkait dengan pekerjaan. Anda juga harus tahu benar apa yang akan Anda katakan. Kritik juga harus bermuatan informasi penting dan valid.
Hal serupa dilontarkan oleh Christine S, seorang konsultan senior pada PT Corfina Mitrakreasi, perusahaan konsultan SDM. Baginya, cara kritik tidak dapat digeneralisasikan pada semua hal. Ada beberapa hal yang patut diperhatikan sebelum mengkritik sang bos. Di antaranya, menilik latar belakang, daerah asal, tipikal, dan tanggung jawab sang bos. Selain itu, perlu juga diingat agar kritikan berfokus pada sang atasan saja, dilakukan pada waktu yang tepat, dan telah memperoleh persetujuan dari sang bos.
”Jadi, sebelum mengkritik kita telah meminta persetujuan dari bos untuk mendapatkan waktu yang tepat untuk berbicara. Jika ia tidak bersedia, tentunya kita juga tidak dapat memaksa,” tandasnya.
Yang juga perlu diingat, budaya kritik antara Barat dan Timur tidak sama. Di mata Christine, perbedaan tersebut mencuat dari peradaban yang dialami kedua budaya itu. Orang Barat cenderung memiliki pendidikan yang standar dan sama. Alhasil, mereka lebih terbuka ketika harus melontarkan kritik. Ini berbeda dengan warga Timur yang tidak dapat sangat terbuka melontarkan kritik lantaran tidak semua orang memiliki pendidikan yang sama. Akibatnya, ada orang yang terlihat antikritik.
Arvan Pradiansyah, pengamat dan praktisi SDM, membeberkan empat strategi jitu untuk melontarkan kritik pada bos. Pertama, menjaga harga diri sang atasan. Sebaiknya berikan pernyataan yang tidak akan membuat atasan merasa down
Kedua, kendati kita berniat memberikan kritik, ada baiknya agar disampaikan bahwa kita berencana memberikan saran. ”Bawahan saja kalau diberi kritik seringkali tidak mau menerima apalagi bos. Sebaiknya juga kata-kata yang kita sampaikan adalah ‘bagaimana kalau…’. Jadi, kita membiarkan dia untuk berpikir sedangkan kita hanya memberi masukan,” tandasnya.
Ketiga, lanjut Arvan, orang biasanya baru mau berubah jika dia melihat ada manfaat yang bisa diambilnya dari perubahan tersebut. Jadi, kunci perubahan adalah what in it for me, apa yang dapat saya peroleh dari hal tersebut. ”Sebaiknya kita memberikan saran yang memang dapat memberikan manfaat bagi dia,” tutur pria yang juga menjabat sebagaigeneral manager SDM PT Allianz Indonesia ini.
Selanjutnya, gunakan I message, bukan you message. Sebaiknya, pesan yang disampaikan berorientasi pada diri si pemberi kritik, bukan dari orang yang akan dikritik. ”Jadi, jika akan memberi kritik, sampaikan hal-hal yang memang kita rasakan. Misalnya, katakan saja, ‘Saya merasa tertekan.’ Bukan mengatakan ‘Anda menekan saya’,” ungkap Arvan.
Arvan juga mewanti-wanti agar turut menimbang waktu dan situasi yang tepat untuk menyampaikan saran dan kritik. ”Kalau memungkinkan, kita selesaikan dulu pekerjaan yang ada baru mengutarakan maksud. Dengan begitu, sang atasan akan merasa senang dulu sebelum mendengar keluhan kita,” ujarnya.
Langganan:
Postingan (Atom)